Kamis, 20 Februari 2014

wishes

Pagi itu, pagi yang cerah. Tiap detik dan menit rasanya tak terasa. Juga, tak ada yang menyangka apa yang akan terjadi pada hari yang secerah ini? Entalah…
Tak terasa sekitar 7 bulan ini Deidara terbaring lemah di rumah sakit karena penyakitnya tak kunjung sembuh dari bulan-bulan yang lalu. Ia hanya bisa pasrah dalam hidupnya, bahkan ia menganggap dirinya ini sudah tak berguna, tak berarti sama sekali bagi siapapun yang ia anggap berarti baginya. Itu pun hidupnya mungkin tak lama lagi.
“hh~” lagi lagi ia hanya dapat menghela nafas. Ya, hanya bisa menghela nafas sambil terbaring di kasur ini. Mata Zircon mengkilatnya menatap awan biru cerah dari balik jendela kaca, angin menghampirinya membuat helaian pirang bagian poni nya berderai mengikuti gerakan angin. Membelai wajahnya dengan lembut, ini… desiran angin itu bagai berbisik padanya ini yang di ucapkan angin angin itu pada ku
“jangan biarkan waktu yang tersisa ini, kau buang sia sia”
Tentu Deidara tidak ingin membuang waktunya, tapi penyakit ini yang menghalanginya untuk melakukan segala yang ia inginkan.
Deidara sangat ingin kembali pulang, pulang melihat rumahnya, membantu Okaa nya memasak, berteman, jajan sepuasnya dan sebagainya. persis seperti sebelum ia dilarikan ke rumah sakit dulu. Dokter pun tak tau penyakit apa yang mengidap di tubuh Deidara dulu sampai saat ini.
Dulu ia punya impian menjadi seorang pelukis yang handal dan terbaik yang pernah ada, tapi sekarag ia berubah haluan. Impiannya kini ‘ingin kembali pulang’ ke rumahnya. tak penting baginya impiannya dulu itu, karena ia berpikir impian lamanya itu kalah dibanding ia bisa bebas, pulang ke rumah, jalan jalan dan beraktivitas menyenangkan lainnya
“aku… ingin pulang, piyo~” gumamnya.
Krieeet- pintu kamarnya terbuka, datanglah sosok Ibu yang nampak senang ketika melihat Deidara baik baik saja.
Shion, Ibu Deidara menghampiri putra kesayangannya itu sambil tersenyum “Dei-chan. Bagaimana hari mu sayang? Kau baik? Tak apa apa kan?” sederet pertanyaannya meluncur, tanpa memperhatikan raut wajah Deidara yang sedang bermimpi tentang keinginannya untuk pulang.
“ya, aku baik, pyo. Sebaiknya Okaa-chan tak perlu cemas, pyo”
Shion terkekeh “tentu Okaa-chan mencemaskan mu. Kau kan satu-satunya yang Okaa-chan punya, karena lelaki brengsek itu meninggalkan kita, hingga tinggal kita berdua” di akhir kalimatnya nampak nada Shion ingin marah, bukan pada Deidara. Tapi pada lelaki yang telah meninggalkannya bersama Deidara.
“khihihi” Deidara hanya dapat tertawa kecil saat Okaa nya mencak mencak sendiri.
-kriiiet- pintu kembali terbuka, terlihat pemuda tampan idola para gadis di Senior High School masuk dengan tergesa gesa, terlihat saja dari baju seragamnya yang sudah tak rapi lagi
Terlihat lega wajahnya ketika sesudah melihat kondisi pemuda blonde “a! Maaf Dei, aku telat ya?” ujarnya sembari menumpukan tangannya di pinggiran ranjang.
“kheheh, aku baik baik saja, pyo~”
“kau suka sekali membuat ku cemas”
“tak hanya kau Sasori-kun, aku juga selalu di buatnya cemas” sahut Okaa-chan.
Sasori pun mengacak rambut blonde itu dengan gemas “jangan di ulang lagi ya!”
“um” Deidara mengangguk
“oh, ya. Kenapa kau meneleponku? Tadi saat kau telepon aku sedang di perjalanan” kata Sasori menjelaskan, takut ada kesalah pahaman.
Senyum manis terbentuk di bibir pemuda manis itu “aku mengerti, pyo~. Aku yang salah, selalu merepotkan mu, pyo~”
“tak masalah” jawab Sasori ikut tersenyum
karena takut merusak suasana di antara dua pasang remaja ini, Shion ingin beranjak pergi “karena sudah ada Sasori-kun, Okaa-chan pergi dulu ya?”
“e’eh! Okaa-chan jangan pulang dulu, ada yang aku inginkan dan semuanya tergantung dari Okaa-chan”
Shion kembali duduk, Sasori masih tetap berada di samping tempat tidur pemuda honey blonde itu.
“mm… Okaa-chan, pyo~ aku…”
“hm?”
“aku… aku ingin jalan jalan, pyo~”
[keinginan pertama, aku ingin Jalan jalan, pyo~. Tentunya dengan orang yang kusukai. Sayangnya aku...]
Pernyataan itu membuat Shion tersentak “apa?! Jalan jalan? Tidak, tidak Deidara, Okaa-chan melarang mu.” Lalu berdiri menghampiri putra semata wayangnya itu.
Deidara menggenggam tangan Sasori yang tadi bertumpu pada ranjangnya “ku mohon Okaa-chan, aku sangat ingin jalan jalan, pyo~ apa lagi sudah 7 bulan disini. Mencium bau obat obatan yang tak menyenangkan, berbaring menatap langit langit putih, pyo~. Itu sangat tidak menyenangkan, Okaa-chan. Tidak menyenangkan!”
Untuk yang pertama kalinya Deidara membentak Okaa-chan nya, wajah Shion pun berubah ia terlihat termenung dengan ucapan ucapan Deidara, ia akhirnya sadar bahwa anaknya tersiksa, bosan, dan tak betah. Ia baru menyadari itu setelah Deidara bicara panjang lebar.
“Okaa-chan tau.”
“ya, Okaa-chan tau. Tapi kenapa sekarang Okaa-chan tidak mengijinkan ku? Pyo~”
“itu karena Okaa-chan tidak mau kehilangan mu!” sahut Shion setetes air mata nampak ingin jatuh.
“percuma! Lama kelamaan pun… aku akan pergi juga, pyo~. Bukankah aku telah di vonis hanya hidup sekitar 2 atau 3 bulan saja? Pyo~”
Sasori dan Shion tersentak mendengarnya. Sebuah kejutan yang benar benar mengejutkan, sayangnya kejutan yang menyedihkan.
“apa itu benar?!” Sasori langsung bertanya pada Deidara dengan wajah hampir pucat.
“tentu! Aku tau itu, aku mendengarnya saat Okaa-chan di beri tahu oleh Dokter Itachi, pyo. Mereka kira aku tidur, tapi aku sebenarnya aku tidak tidur. Setiap malam aku selalu menangis, sendiri, pyo” begitu miris mendengarnya.
Saat itu juga Shion mengalirkan bulir bulir air mata yang di tahannya “untuk itu lah, untuk itulah Okaa-chan menggunakan waktu untuk mu sebaik baiknya. Supaya Okaa-chan bisa bersama mu, tak apa sebentar, setidaknya—”
“Okaa-chan, tidakkah itu egois? Pyo~”
Wanita paruh baya itu berhenti mengusap air matanya, ia tertegun, begitupun sosok pemuda baby face. Ia juga tertegun saat mengetahui penderitaan orang yang dikasihinya. Dikiranya enak diam, baringan dan hanya dilayani, ternyata saat mengetahui nya, itu sangat menyiksa.
“…” Shion terlihat berpikir
Sasori pun akhirnya tau siapa yang patut di bela “Shion-san, aku juga memohon.”
Shion menjatuhkan dirinya ke kursi dengan wajah berkecamuk
Deidara pun prihatin, apa ia terlalu kasar? Pikirnya “maaf kan aku Okaa-chan, tak sepantasnya aku bicara kasar begitu, pyo~” sesal nya.
Tiba tiba Okaa-chan tersenyum menatap Deidara “tidak apa apa. Kau benar Okaa-chan memang egois, pantas lelaki itu meninggalkan ku”
Lagi lagi lelaki itu, Deidara mencoba untuk duduk dengan bantuan Sasori “Okaa-chan, bukannya sudah berjanji untuk tidak mengingat lelaki itu, pyo~ sebenarnya bukan Okaa-chan yang egois, tetapi lelaki itu lah yang bodoh, sudah meninggalkan Okaa-chan terbaik yang pernah ada. Huh, betapa bodohnya lelaki itu.”
- Sasori POV [ON]
Deidara mencoba untuk duduk dengan bantuan ku lalu ia bicara pada Okaa-channya “Okaa-chan, bukannya sudah berjanji untuk tidak mengingat lelaki itu, pyo~ sebenarnya bukan Okaa-chan yang egois, tetapi lelaki itu lah yang bodoh, sudah meninggalkan Okaa-chan terbaik yang pernah ada. Huh, betapa bodohnya lelaki itu.”
Selagi ia menyelesaikan masalahnya pada Okaa nya. aku teringat Okaa dan Otou–san ku. Kenangan yang begitu pahit. Aku sangat mengerti mengapa Shion-san melarangnya untuk jalan jalan, tentu saja untuk kebaikan Deidara juga. Sayangnya orang seperti Deidara belum mengerti perasaan orang tuanya. Aku ingin membela Shion-san. Tapi begitu mendengar berbagai penderitaan yang tadi dilontarkan Deidara membuatku sadar, bahwa disini ia yang paling menderita. Dan itulah yang membuatku ikut membela nya.
Seandainya ia diperbolehkan untuk jalan jalan, aku yang bersedia menjadi pelindungnya. Apapun yang terjadi, aku akan jadi tameng pelindung untuknya dan untuk Okaa nya yang telah mempercayaiku untuk menjaganya.
-Sasori POV [OFF]
“Okaa-chan akan memperbolehkan mu” itulah keputusan yang diambil oleh Shion-san.
“benarkah? Pyo~” raut wajah Deidara bercahaya.
Okaa nya mengangguk “tapi sebelumnya, periksa dulu kesehatan mu”
“um” Deidara mengangguk sebagai jawaban
“biar aku yang memanggil dokternya” Sasori melepas pelan genggamannya, tapi dicegah tangan Deidara.
“disini saja, pyo~” pintanya seperti anak TK.
“aku sebentar saja, ya? Aku kembali lagi kok” ujar Sasori meyakinkan Deidara.
“bagaimana kalau Okaa saja?” tawar Okaa-chan.
“tidak, anda sebaiknya tunggu disini bersama Dei-chan saja, biar aku yang memanggil Dokternya.” Lalu setelah berhasil melepas genggaman Deidara, Sasori pergi sedikit berlari keluar. Baju seragamnya berkibar kibar, dasinya pun kendor, rambut acak acakan. Sungguh seorang idola yang benar benar idola.
“selain keren, Sasori-kun juga baik hati. Seseorang yang sangat ku restui jika menjadi menantu ku” Shion, sedikitnya menggoda Deidara.
Yah, begitulah kalau mempunyai seorang Okaa yang muda, umur Shion masih 23 tahun. Suka menggoda anaknya layak seorang anak itu adalah temannya.
“Okaa-chan! Pyo~” pekik Dei sembari menutup wajahnya dengan selimut sampai sebatas hidung.
- Sasori POV [ON]
Aku berlari mencari Dokter, entah kenapa aku pun bersemangat mendengar Deidara diperbolehkan jalan jalan, setidaknya aku bisa berdua dengannya sejak terakhir kalinya di sekolah ia mengajak aku makan bareng dilanjutkan dengan keliling sekolah, hingga rela bolos karena ia ingin mampir ke acara pameran seni.
Ya ampun, pakaian seragam sekolah ku sudah berantakan, dasi kendor, rambut acak acakan, apa aku terlihat jelek di mata Orang tua Deidara yang ku cintai? Hah! Pasti jelek, aku memang tak bisa berpakaian rapi. Tapi nanti ku pastikan saat masuk lagi baju ku akan rapi.
Entah apa perjalanan kali ini sama atau berbeda denga Deidara 7 bulan lalu? Aku tetap menerimanya setidaknya ada sesuatu…
Oh, itu dia Dokternya, begitu aku menemui Dokter dan langsung membawanya ketempat Deidara berada.
“Deidara baik baik saja. Tapi, Sasori kun pastikan ia jangan banyak bergerak, jalan kaki itu pun bisa membuatnya lelah” ujar Dokter menasehati.
Sasori dan Deidara mengangguk mengerti. Dengan begitu mereka pun memulai jalan jalan
“Dei, Okaa-chan harap kau baik di jalan, jangan merepotkan, dan kalau kata Sasori-kun tidak boleh, ya tidak boleh” pesan Shion pada mereka sebelum mereka pergi.
“merepotkan pun, tak apa apa” ujar Sasori jujur.
“ah, kau memang baik Sasori kun” puji Shion “nah, kalian boleh pergi kok, hati hati ya!”
“ya! Pyo~” sahut Dei semangat dan langsung berlari menjauh dari taman rumah sakit menuju luar. karena khawatir, Sasori pun menyusulnya pula.
Shion hanya menghela nafas maklum “Kami-sama. Semoga mereka baik baik saja.”
- Deidara POV [ON]
Oh, Kami sama! Aku berterima kasih pada mu! Pyo~ Teriak ku. Lalu ku dengar ada yang mengejarku, siapa?
“Dei!, Jangan lari lari! Nanti kau cepat lelah!” teriaknya sembari mendekati ku.
Hihi~ entah kenapa aku tertawa kecil melihat Sasori begitu. Setelah ia sudah ada di samping ku, aku pun menggenggam tangannya untuk jalan bersama.
Baru saja aku berbalik, terlihat sebuah kedai Ice Cream, dan itu menggodaku untuk menikmatinya. Lagipula aku kangen rasanya, bayangkan 7 bulan hanya makan infus, tidak enak tau! Pyo~.
“Sasori danna stupid, bodoh no baka! Pyo~ aku mau makan es krim. Boleh ya? Pyo~” pinta ku padanya. Mengingat keputusan untuk sekarang tergantung dari Sasori.
[keinginan kedua, aku ingin makan Ice Cream rasa kesukaan ku, Pisang. Juga melihatnya menikmati Ice Cream Mint kesukaanya. Pyo~]
Tentu sudah tau jawaban Sasori “tidak boleh, nanti kau sakit lagi. Jangan membuat orang khawatir dengan kesehatan mu!”
Setelah aku membujuknya berpuluh puluh kali, akhirnya Sasori danna memperbolehkan juga, meski kulihat ia berat hati. Pyo~.
- Deidara POV [OFF]
Kini mereka berdua sudah masuk dalam kedai itu, lalu Sasori bertanya “kau mau rasa apa?”
Deidara terlihat berpikir sejenak “rasa Sasori ada? Pyo~”
“mana ada, baka!” Sasori menjitak pelan kepala honey blonde itu.
“khehehe… bercanda pyo~. Aku mau rasa—”
“pisang kan?”
“tidak! Aku sudah pindah rasa, suka rasa Jeruk! Pyo~”
Sasori memutar bola matanya, memang sulit. Deidara ini tak mau kalah.
“che?”
“ia, entah kenapa aku jadi suka jeruk, pyo~. Kalau Sasori no danna? Pyo~?”
“…Mi—”
“Mint kan? Pyo~”
“tidak, aku sudah pindah rasa, jadi suka rasa Deidara”
“chee?! Mana ada, baka! Pyo~” Deidara menjitak balas Sasori
Lalu Sasori tertewa kecil berhasil membuat Deidara kesal, sama seperti ia kesal di buat Deidara sendiri.
“pesan apa ya?” sang waitress mengganggu suasana
“Pisang, pyo~!” Deidara sangat antusias.
“bohong, dia pesan rasa jeruk!” ujar Sasori membuat sang waitress mengganti catatannya. Dan membuat Deidara kesal.
“kalau anda?”
“Mint”
“tidak! Dia bohong, tadi dia mau pesan rasa Deidara, pyo~”
Dengan bodohnya juga sang waitress mengubah pesanan Sasori menjadi Ice Cream rasa Deidara. Yang notebane tak ada, kecuali langsung ke orangnya. Ehmm~ jadi ke ‘M’ nih. Gak deh, masih ‘T’.
“Mint! Aku tak pernah pesan es krim rasa Deidara” sanggah Sasori.
“Pisang! Aku juga tak pernah memesan es krim rasa Jeruk, pyo~”
“baiklah, saya sudah pusing, jadi pesanannya akan datang sekarang juga” tanpa basa basi Waitress itu pergi menjauh
“oh, ya. Traktir ya? Pyo~” wajah Deidara nampak memelas
Sigh “ya ya ya ya ya”
Jawaban yang mantab, Deidara nyegir dengan lebarnya.
Dan mereka memakan es krim rasa kesukaan masing masing di pagi menjelang siang itu.
“puas?” tanya Sasori pada Deidara di sampingnya saat ini.
“iya Danna, pyo~” jawab Deidara senang.
“sekarang kita kemana?”
“jalan kesana! Sepertinya mengasikan, pyo~” lagi lagi Deidara berlari tak sabaran.
Sasori pun secepatnya mengejar dan langsung menggaet jemari Deidara “jalan harus bareng aku, biar tidak celaka!”
Ia kalau didengar, ini diabaikan oleh Deidara begitu saja dia langsung menarik Sasori menuju tempat selanjutnya
“pyo~ pyo~. Sasori no danna stupid bodoh no baka~ ku mohon mau ya? Pyo~”
“tidak kalau panggilan itu” ucap Sasori
Lalu Deidara membenahi panggilannya untuk sang danna “um… Sasori no danna, ku mohon ya? Pyo~” nadanya begitu lembut dan menggoda. Hingga akhirnya Sasori luluh padanya.
[keinginan ketiga, mm apa ya? Ah, ya aku ingin naik sepeda dibonceng olehnya, sekalian memeluknya juga, karena saat biasa begini, aku malu untuk memeluknya. Pyo~. Kalau di sepeda kan meski erat erat, ia tak akan curuga kalau aku... ah, aku malu, pyo~]
- Sasori POV [ON]
“sudah naik?” tanya ku padanya
“sudah! Pyo~” nadanya sangat bersemangat, tak heran memang, ia kan dikurung selama 7 bulan, tentu ia bersemangat untuk sekarang. Aku senang ia bisa tersenyum lagi, lebihnya tertawa. karena aku.
Kurasakan pelukannya erat sekali kepalanya pun ia sandarkan pada punggung ku, pelukan erat namun lembut. Aku tak pernah merasakan di peluk seseorang sebelumnya. Ya, bukankah orangtua ku meninggal?.
Pertama ayahku, itu pun aku belum lahir, dan kedua Ibuku, ia meninggal ketika aku lahir. Ah, sudah lah! Aku benci mengingatnya. Yang penting, sekarang aku dapat merasakan pelukan seseorang untukku, entah yang suka padaku atau bukan, yang penting ini pelukan yang tak akan ku lupakan. Walau aku tak membalasnya. Tapi nanti lain kali akan ku balas pelukan hangat ini.
Aku mulai mengayuh sepeda yang disewakan. Kami berdua mengitari taman dengan sepeda itu. sejak tadi ia tak melepas pelukannya, tangannya setia melingkar begitu juga kepalanya masih bersandar. Aku tak tau ada apa dengannya, tapi nafasnya masih dapat kurasakan.
Sebenarnya tersirat di hati ku rasa suka pada Deidara, tapi apa dia jua suka pada ku? Yang notebane juga seorang cowok? Yang pasti dia akan ilfil pada ku, Nanti ia malah menjauhi ku dan aku tak bisa bersamanya lagi, sebaiknya disimpan saja. Sampai pada waktunya. [kapan coba?]
- Sasori POV [OFF]
- Deidara POV [ON]
Hupp! Aku menduduki jok bagian belakangnya. Lalu ia bertanya pada ku
“sudah naik?”
Tentu ku jawab “sudah!, pyo~” aku sangat semangat. Yah. terkurung di rumah sakit adalah pengalaman terburukku. Rasanya aku tak ingin kembali lagi kesana. Saat bersamanya pun aku sering tertawa, tersenyum, bertengkar, bahkan tersipu. karena dia. Pyo~
Lalu tujuanku, untuk memeluknya pun ku luncurkan. Aku langsung memeluknya dengan erat, juga aku menyandarkan kepalaku ke punggungnya. Pyo~
‘hangat, pyo~’ batin ku menikmati pelukan ini. Aku tak pernah memeluk seorang ayah, setidaknya dengan memeluk Sasori bisa membuat ku tahu, bagaimana rasanya memeluk seorang ayah. Pyo~
Meski aku tahu ia masih berumur 15 tahun, sama seperti ku. Aku menganggapnya seperti seorang ayah untuk ku, bahkan aku bermimpi ia adalah suami ku? Bodoh kan? Ia kalau Sasori no danna mau dengan ku yang juga seorang lelaki. Nanti ia malah menjauhi ku dan aku tak bisa bersamanya lagi, sebaiknya disimpan saja. Sampai pada waktunya Pyo~ [kapan coba?]
Ia mulai mengayuh, pelukan ku semakin erat, wajah ku pun ku benamkan di punggungnya. Aroma yang maskulin, aku suka bau badannya, tak seperti ku menikung agak ke cewek kan. Ini karena Okaa-chan yang mengajari ku. Pyo~
Sepanjang perjalanan, nampaknya ia juga tidak mau bicara, jadi apa yang ku lakukan? Aku asyik membenamkan wajah ku sambil berkhayal, andai aku bisa hidup kekal bersama orang ini. Tak lupa juga dengan Okaa-chan ku. Yah, perasaan ku pada Sasori ini… ia kalau ia mau hidup kekal bersama ku? Ah, aku ini, pyo~
- Deidara POV [OFF]

0 komentar:

Posting Komentar